![]() |
Kerusuhan di New Delhi (REUTERS/Danish Siddiqui) |
Detik berikutnya ia sudah merunduk di jalanan. Tangannya
melingkar di atas kepala untuk melindungi tengkoraknya dari pukulan
bertubi-tubi yang dilakukan sekitar 20 hingga 25 pemuda menggunakan tongkat
kayu dan besi.
Dari batok kepalanya sudah mengucur darah segar. Ia tetap
bergeming. Sementara ratusan massa lainnya hanya menonton di belakang para
penyerangnya. Peristiwa penyerangan itu terjadi tak jauh dari New Delhi, India
pada Senin siang (24/2/2020) waktu setempat. Momen dramatis itu kemudian viral
di media sosial.
Penyerangan terhadap Zubair merupakan rangkaian peristiwa
bentrokan yang terjadi sejak Ahad (23/2/2020) di tiga area yang ditempati
mayoritas Muslim sekitar 18 kilometer dari New Delhi. Bentrokan ini dipicu
serangan terhadap kelompok Muslim penolak Undang-Undang Citizienship Amendement
Bill (CAB) oleh kelompok Hindu pendukung UU tersebut di tengah kunjungan
Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Bentrokan itu terjadi sepanjang tiga hari berturut-turut dan
hingga kini telah menewaskan lebih dari 30 orang dari kedua belah pihak maupun
polisi. Bentrokan meluas, massa mulai membakar masjid-masjid. Dalam sebuah
video viral yang diunggah pegiat HAM India @arjunsethi18 di media sosial,
seorang pemuda bahkan sempat mencabut simbol bulan bintang di sebuah masjid
serta mengibarkan Bendera Saffron, lambang kelompok sayap kanan Hindu India.
Semua berawal sejak dua bulan lalu ketika Perdana Menteri
Narendra Modi meloloskan Undang-Undang (UU) Anti-Muslim atau UU Amandemen Warga
Negara atau "Citizenship Amendment Bill" (CAB). Tak ayal, UU ini
menjadi kontroversi di publik, khususnya warga India.
UU CAB pertama kali diperkenalkan di Parlemen pada Juli
2016, yang merupakan amandemen UU Kewarganegaraan Citizenship Act 1955 yang
menjadikan agama sebagai dasar kewarganegaraan. Sementara, UU sebelumnya tidak
menjadikan agama sebagai kriteria kelayakan untuk menjadi warga negara.
Kontroversi utama UU CAB adalah peraturan ini dapat dipakai
untuk menghalangi Muslim dalam mencari kewarganegaraan, satu hal yang mirip
dengan peraturan Donald Trump soal pelarangan umat Islam dalam mencari suaka di
AS.
Perdana Menteri Modi adalah seorang nasionalis Hindu. Belum
lagi, ini bukan kerusuhan pertama dalam era kepemimpinan Modi. Pada 2002 saat
ia menjadi Menteri Utama negara bagian Gujarat, sekitar 2500 orang tewas,
mayoritas di antaranya adalah Muslim. Pemicunya adalah pembakaran 59 umat Hindu
hingga tewas di kereta yang diduga dilakukan kelompok muslim. Dan Modi tak
pernah dihukum atas itu kendati puluhan orang dari kedua pihak dinyatakan
bersalah.
Hingga berita ini diturunkan, kondisi mencekam masih dirasakan di India. Tepatnya setelah 34 orang lebih meninggal dunia akibat
kerusuhan ini. Serta ratusan orang mengalami luka-luka. Beberapa tempat vital
seperti rumah ibadah, pom bahan bakar serta rumah-rumah penduduk rusak parah
dan dibakar.
Ulama India Dr. Zakir Naik sebagaimana dikutip dari laman
Facebook miliknya menyerukan jihad dengan penentangan. Menurutnya, yang berdiam
diri atas peristiwa ini berarti setuju atas segala penindasan dan perlakuan
zalim terhadap muslim India.
Pendengar, apa komentar anda soal peristiwa ini? Apakah anda
setuju bahwa UU diskriminatif adalah pemicu dari kerusuhan ini? Bagaimana pula
tanggapan anda soal mayoritas dan minoritas dalam sebuah negara? Benarkah yang
superior akan selalu menindas yang minoritas? Akankah seruan Jihad akan
bergelora di India?
Tidak ada komentar: