Gerakan Nasional Pengawal
Fatwa Ulama (GNPF-U) berencana menggelar Aksi Bela Tauhid 211, Jumat
(2/11/2018), menyikapi kasus pembakaran bendera di Garut beberapa waktu lalu.
Menteri Koordinator Politik,
Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan aksi demonstrasi
menyikapi kasus tersebut hanya akan menghabiskan energi. Selain itu, ia
menyebut, aksi itu saat ini sudah tidak relevan lagi lantaran sejumlah tokoh
agama dalam berbagai forum telah mengajak massa untuk mengedepankan musyawarah
dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum pelaku pembakaran bendera kepada pihak
berwajib.
Usai memimpin rapat
koordinasi bersama para menteri di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat,
Kamis (1/10/2018) Wiranto mengatakan, meski demikian, demonstrasi sebenarnya boleh dilakukan oleh setiap
warga negara, asalkan mematuhi peraturan dan tidak mengganggu ketertiban umum.
Sekretaris
Umum Presidium Alumni 212, Bernard Abdul Jabbar, Kamis kemarin mengatakan, aksi
ini merupakan lanjutan dari aksi yang telah digelar pada Jumat (26/10).
Menurutnya aksi tetap digelar meskipun aktor yang membakar bendera itu sudah
ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian.
Bernard
pun membantah bahwa pihaknya akan menuntut pemerintah untuk membubarkan Barisan
Serbaguna Ansor (Banser) NU dalam aksi tersebut. Ia menegaskan tuntutan massa
aksi agar pemerintah segera mencari dalang atau aktor utama yang menggerakkan
maupun yang mendanai pembakaran bendera kalimat tauhid tersebut.
Sementara
Wakil Kapolri Komjen Ari Dono menegaskan, proses hukum pembakaran bendera di
Limbangan, Garut, Jawa Barat, sudah diproses hukum. Ari mempertanyakan bila
aksi tersebut kembali digelar Jumat besok.
Pendengar,
apa komentar anda? Setujukah bila aksi bela tauhid digelar kembali? Jika iya,
untuk apa? Apa relevansinya? Sedangkan para pelaku telah diproses hukum oleh
kepolisian. Apakah hal ini ada kaitannya dengan politik 2019? Jika iya, mengapa
mengatasnamakan aksi bela tauhid?
Narasumber
:
Ketua
GNPF Ulama
Ustadz Yusuf Martha
Tidak ada komentar: