![]() |
Adovakat Yusril Ihza Mahendra bersama eks Jubir HTI, Ismail Yusanto (Foto/Republika) |
Barangkali inilah jawaban
atas stagnannya PBB dalam Pilpres 2019 ini. Partai Bulan Bintang selama ini
memang belum menentukan pilihan. Bergabung dengan Prabowo Subianto-Sandiaga
Uno, ataukah berada di barisan Joko Widodo-Kiai Ma'ruf Amin.
Dengan bergabungnya sang
Ketua Umum, hal ini bisa menjadi signal bagi kubu Jokowi untuk merapat dan
begitu pula sebagai kode bagi kubu Prabowo untuk mengajak bersama dalam barisan
atau mengabaikan.
Untuk rasional politik, PBB
tentu juga berfikir bagaimana agar tetap eksis. Pilihannya dua, berjuang atau
hilang. 10 tahun sudah PBB gagal meraih kursi di Senayan. Jika tahun ini gagal
kembali, maka partai yang memiliki pertalian sejarah dengan Masyumi ini akan
punah.
Namun, yang menjadi
pertanyaan, apa yang dijanjikan kubu Jokowi jika Yusril bersama PBB bergabung?
Apakah jaminan mendapat kursi di DPR akan didapat? Belum tentu menang, bisa
jadi menanggung kerugian. Sebab kader PBB tidak sedikit dari HTI, hingga FPI,
bagaimana bisa akan menerima?
Sekelas Yusril, tentu ia tak
akan mau jika tawarannya tidak menggiurkan. Tidak ada cerita makan siang gratis
dalam perpolitikan.
Yusril sudah lama berdiri
bersama HTI, saat mendampingi eks juru bicara HTI Ismail Yusanto mengajukan
gugatan ke MK. Tak kurang-kurang, Yusril membawahi 1.000 advokat untuk
melakukan pembelaan. Bahkan, Yusril pun mengatakan tegas, pemerintah adalah
otoriter jika dengan Perppu, membubarkan HTI. Dan yah, terbukti HTI telah
dibubarkan. Lantas logika apa yang membenarkan Yusril kini berada di barisan
Jokowi?
Semoga saja, manuver ini tak
berlangsung lama.
Tidak ada komentar: