![]() |
Warga mencari korban gempa dan tsunami yang meninggal di RS Bhayangkara, Palu, Sulawesi Tengah. Foto/ANTARA |
Belum hilang kesedihan akibat
gempa yang melululantakkan Kota Lombok, Nusa Tenggara Barat, gempa dahsyat
kembali mengguncang wilayah Tanah Air, Jumat 28 September 2018 jelang waktu
Maghrib. Gempa magnitudo 7,4 yang diikuti tsunami dahsyat membuat sebagian wilayah
Palu dan Donggala rata dengan tanah.
Sumber Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut korban meninggal 1.203 jiwa. Ratusan
orang mengalami luka-luka. Sebanyak 16.732 jiwa lainnya mengungsi. Serta korban
yang masih tertimpa reruntuhan bangunan dan terhempas air bah tsunami yang
belum diketemukan.
Semuanya habis, mayat
bergelimpangan di mana-mana, terhempas ombak tertutupi lumpur tebal, terjepit
di sela reruntuhan, hingga terserak begitu saja di jalan. Panik, sedih
mendalam, serta luka yang masih menganga menimpa saudara-saudara seiman,
sebangsa di Palu.
Salah satu sumber dari
lokasi, Ustadz Sugianto Kaimudin, DPD FPI Sulteng mengatakan masih banyak
korban yang belum dievakuasi, bahkan banyak pula korban yang masih hidup namun
belum bisa terselamatkan dari reruntuhan.
Dalam suasana seperti ini,
pemerintah harus melakukan penangan pasca bencana dengan sistematis dan
terpimpin. Jangan sampai terjadi kegaduhan karena perbedaan sikap dan pandangan
dalam pemerintah sendiri yang membuat blunder masyarakat. Jika memang mengalami
keterbatasan, jangan ragu untuk membuka pintu bagi misi kemanusiaan
Internasional. Percepatan adalah utama bagi para korban saat ini.
Meski jauh dari Donggala,
Palu, Sulawesi Tengah. Tapi hati dan perasaan kita harus berada bersama dengan
saudara-saudara semua di Sulawesi Tengah. Seakan rumah kita juga ikut bergetar
karena gempa, seakan saudara kandung kita yang berpulang.
Mari bersama bahu-membahu
membantu dengan peran serta kemampuan masing-masing. Jangan sampai energi
terbuang hanya untuk memperburuk kondisi yang ada.
Wallahu a'lam bish showwab
Tidak ada komentar: