![]() |
lustrasi (ANTARA FOTO/Wahyu Putro A) |
Kondisi nilai tukar rupiah
terus melunglai hingga ke level Rp14.930 per dolar Amerika Serikat (AS), jauh
dari level awal tahun ini yang masih di kisaran Rp13.353 per dolar AS.
Serupa tapi tak sama, meski
kondisi saat ini berbeda dengan krisis namun anjloknya nilai tukar rupiah ini
merupakan yang terlemah sejak krisis moneter (krismon) yang terjadi pada 1998.
Presiden Jokowi buru-buru
mengumpulkan para menterinya. Terlihat kepanikan atas dollar yang kian tak
terbendung. Presiden menilai tekanan eksternal masih jadi alasan kuat lemahnya
nilai rupiah yang sempat menembus angka 15.000 per Dolar Amerika.
Presiden Joko Widodo juga
tegaskan tak hanya Indonesia yang mengalami depresiasi mata uang. Jokowi mengatakan, kini pemerintah
menggalakkan program biodesel 20 persen dan peningkatan penggunaan
produk-produk dalam negeri untuk menahan gejolak dolar.
Ekonom Senior Kwik Kian Gie melihat
bahwa pelemahan rupiah saat ini lebih dipengaruhi oleh faktor psikologis di
pasar uang. Pelaku pasar mengamati pergerakan rupiah dan melakukan tindakan
yang justru semakin melemahkan rupiah.
Kendati demikian, faktor
psikologis bukan berarti tak ada batasnya. Dia mengungkapkan, ada saatnya
pelaku pasar merasa bahwa level rupiah sudah terlalu lemah, sehingga akan
berhenti dengan sendirinya atau kembali ke level wajar.
Oleh karenanya, ia meminta pemerintah
untuk tidak memamerkan kepanikannya.
Selama ini, pernyataan Bank Indonesia (BI) seperti orang pesimis, walaupun kondisi
sebenarnya seperti itu ,jika dipamerkan, maka pasar akan panik.
Pelemahan rupiah ini harus
diwaspadai oleh pemerintah. Jika tidak ingin menjadi preseden serta catatan
buruk.
Pada akhirnya, proyek-proyek
besar juga turut ditunda. Akhirnya pemerintah menyadari bahwa ngebutnya infrastruktur
tersebut membebani keuangan negara. Sebab mengembangkan infrastruktur tanpa
mempertimbangkan kekuatan ekonomi bangsa ibarat menggali kuburan sendiri.
Soal lain, mau tidak mau
pelemahan ini juga akan menimbulkan efek domino seperti tingginya bahan baku
impor.
Sebut saja naiknya harga
kedelai sebagai bahan baku tempe. Harga kedelai yang semula hanya sekitar lima
ribu rupiah, melambung hingga delapan ribu perkilogram (kg). Walhasil, sejumlah
pedagang mengatur ulang strategi untuk dapat bertahan di industri ini.
Nah, bagaimana dengan yang
lain?
Tidak ada komentar: