Slider

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

RDS TV

News RDS

Agenda RDS

Zona Muslimah

Laporan S3 RDS

Kolom Kru RDS

Kru RDS

» » » » Editorial - Plus Minus PPDB Sistem Zonasi



Topik soal wacana Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan system zonasi kini menghangat kembali.
Kepala Dinas Pendidikan Surakarta, Etty Retnowati, sebelumnya menyatakan akan menerapkan sistem zonasi pada PPDB SMP Tahun Ajaran 2018/2019.
Jika merujuk kepada sistem zonasi yang tertuang dalam Permendikbud Nomor 17 tahun 2017 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sistem zonasi adalah sistem penerimaan siswa baru, dimana sekolah harus memprioritaskan pada anak-anak di sekitar sekolah. Setelah terisi, baru beberapa persennya diperuntukkan bagi siswa jauh. Artinya, calon siswa adalah mereka yang terdekat dengan sekolah.
Nilai tidak menjadi faktor utama dalam penerimaan siswa baru dan hanya dijadikan pertimbangan saja. Sehingga radius terdekat antara sekolah dengan rumah yang terdekat yang harus diprioritaskan.
Bahkan, Menteri Pendidikan Muhajir Efendi mengatakan, system zonasi tidak hanya diterapkan pada siswa namun juga guru dan tenaga pengajar.
Sistem zonasi dinilai cukup baik untuk mengatasi persoalan ketimpangan kualitas pendidikan. Masih ada perspektif masyarakat tentang favoritisme. Dimana masyarakat sekarang ini berangan-angan anaknya bisa masuk sekolah favorit dengan segala cara, tak pelak isu jual beli kursi di sekolah favorit sempat muncul.

Kenyataannya sekolah favorit itu hanya ada di kota-kota besar dan di pusat-pusat kota. Sedangkan yang di pinggiran tidak terfasilitasi dengan baik.

Ketimpangan semacam ini, tidak lain diakibatkan karena sekolah-sekolah yang dianggap favorit tersebut leluasa memilih calon siswa degan nilai yang paling tinggi. Mereka sangat mungkin mengatrol nilai akreditasi sekolah karena akreditasi memang — salah satunya — mengacu kepada komponen prestasi siswa. Yang favorit akan kian favorit.

Semua siswa layaknya bisa mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan kualitas pendidik dan pendidikan yang baik. Sekolah yang baik harus bisa juga mendidik anak yang kurang pintar.

Ada juga yang menganggap, system ini melawan hak asasi siswa untuk mendapatkan sekolah sesuai dengan keinginan mereka. Sehingga system ini dianggapnya tak cocok untuk dijalankan.

Namun, system pemerataan pendidikan yang dianggap sudah baik ini harus didukung dengan kualitas pendidik yang juga baik. Jangan sampai sekolah pada akhirnya tidak siap untuk menjalankan komitmen ini disebabkan kualitas guru yang tidak baik. Karena ada di zaman now ini, oknum guru yang hanya menunggu gaji dan fasilitas, namun tak ada kesungguhan dan kepatutan untuk menjadi role model yang baik bagi siswa didiknya.

Sistem ini kembali menjadi PR bagi kementerian pendidikan, dinas pendidikan, masyarakat serta sosok guru itu sendiri, yang akan menentukan baik atau buruknya kualitas pendidikan.

Wallahu a’lam bsih showwab

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply