Kartu Tanda Penduduk Elektronik untuk penghayat kepercayaan akan direalisasikan pada 1 Juli 2018. Selain KTP, pemerintah juga akan mengganti Kartu Keluarga (KK) para penganut aliran kepercayaan itu.
Mulai
Mei, sesuai arahan Presiden Jokowi, penghayat kepercayaan bisa mengisi
perubahan data penduduk. Jumlah penghayat kepercayaan di Indonesia diprediksi
mencapai 180 ribu orang. Namun, jumlah itu diprediksi bakal meningkat.
Mahkamah
Konstitusi sebelumnya mengabulkan permohonan uji materi terkait aturan
pengosongan kolom agama pada KK dan KTP.
Tentu
saja hal ini menjadi kemerdekaan bagi para penghayat kepercayaan. Baginya negara
dalam hal ini pemerintah telah memberi ruang lega untuk bernafas di saat sebelumnya
pemerintah hanya mengakomodir 6 agama yang diakui. Mereka merasa pemerintah
telah melakukan kemajuan bagi kepentingan mereka.
Namun,
keputusan ini pada akhirnya hanya akan menjadi blunder bagi pemerintah saat
ini. Lihat saja, bagaimana implikasi keputusan ini ke depannya, dalam skala
kecil, bagaimana perlakuan para penghayat kepercayaan saat pernikahan maupun
kematian, dengan cara apa mereka ini diurus?. Dikubur ataukah dibakar, atau ditenggelamkan?
Tak ada yang mengerti.
MUI,
NU, Muhammadiyah sebelumnya telah tegas menolak rencana ini. Namun nyatanya,
hal ini tidak didengar dengan baik oleh pemerintah dalam hal ini Kemendagri dan
MK. Kini putusan gasrak gasruk ini resmi diketok dan akan segera diterapkan.
Jika
melihat secara tenang dan jernih, hal ini tak lepas dari kepentingan politik
dan kekuasaan di 2019. Jumlah para penghayat kepercayaan yang menyentuk angka
180 ribu lebih adalah potensi suara yang lumayan. Dan agaknya ini yang dikejar rezim
saat ini.
Ini
tak lebih agenda politik untuk merekrut pemilih dari kelompok tertentu. Namun cara
yang digunakan sangatlah fatal karena berakibat disintegrasi nasional.
Bayangkan saja bagaimana ruwetnya hal ini kedepan.
Niat
kejar tayang ingin menang, padahal hanyalah menggali lubang untuk masuk ke
jurang.
Wallahu
a'lam bish showwab
Tidak ada komentar: