Persekutuan Gereja-Gereja di Kabupaten Jayapura
atau PGGKJ belum lama ini membenarkan telah mengeluarkan surat keberatan
mengenai tinggi bangunan menara Masjid Al-Aqsha di Distrik Sentani, yang
dianggap melebihi tinggi gereja.
Selain itu, PGGKJ juga berharap agar dapat
mengatasi kegelisahan hati di masyarakat, maka suara adzan dengan pengeras
suara diminta untuk diarahkan ke dalam masjid. Hal ini untuk menghargai
perasaan umat Kristiani yang ada di sekitar masjid.
Tercatat, ada 8 poin yang diimbau dalam surat
keberatan tersebut, seperti larangan adzan, larangan berdakwah, larangan siswa
sekolah menggunakan seragam agama tertentu, larangan pendirian mushola di
fasilitas umum, hingga penghentian pembangunan dan pembongkaran Masjid Al Aqsha.
Keberatan Persekutuan Gereja ini bisa menimbulkan
ketegangan dan kerusuhan di kemudian hari jika tidak segera teratasi. Pemuka
agama, tokoh masyarakat atau adat hingga pemerintah dalam hal ini Kementerian
Agama harus turun tangan untuk segera menyelesaikan kasus ketidakadilan ini,
sebab informasi ini telah menyebar dan diketahui di seantero Nusantara.
Pasal 29 ayat 2 UUD telah memberikan jaminan serta
perlindungan bahwa menjalankan ajaran agama di negara ini dilindungi oleh
negara. Maka, siapa saja tidak boleh melarang-larang atau membatasi. Nah, apa
yang dikeluhkan kesemuanya merupakan ajaran agama, mulai dari adzan, pakaian,
bagaimana bisa mau dilarang dan diatur-atur?
Jangan lagi ada standar ganda dalam toleransi. Jika
Hari Raya Nyepi, semua diam menghormati tak ada yang mengganggu dan tak boleh
ada kegiatan, giliran umat Islam meminta warung yang berjualan di siang hari
untuk tutup dianggap radikal dan intoleran.
Ini ada umat Islam sedang menjalankan ibadahnya,
maka hormati dan berikan hak nya. Jangan sampai hal ini menjadi pemicu
ketegangan atau kerusuhan di kemudian hari.
Umat Islam harus tegas dan tidak boleh menerima
praktik intoleransi dari umat lain.
Wallahu a’lam bish showwab
Tidak ada komentar: