Slider

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

RDS TV

News RDS

Agenda RDS

Zona Muslimah

Laporan S3 RDS

Kolom Kru RDS

Kru RDS

» » » » Editorial - Pasal Penghinaan Presiden Tidak Diperlukan


Berdasarkan Pasal 263 draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dapat dipidana paling lama 5 tahun penjara. Pasal ini tetap dipertahankan meski sudah pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Bahkan, pasal terkait penghinaan presiden ini diperluas dengan mengatur penghinaan melalui teknologi informasi. Dalam Pasal 264 RKUHP, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dengan sarana teknologi informasi dapat dipidana paling lama 5 tahun penjara.

Jika nantinya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan oleh DPR dan pemerintah, akan berpotensi berat terhadap tindakan menyampaikan ekspresi. Contohnya, seperti kritik yang dilakukan oleh Ketua BEM UI dapat dikenakan pidana penjara.

RKUHP bisa saja memidanakan Ketua BEM UI Zaadit Taqwa yang memberi 'kartu kuning' pada presiden. Bisa terjerat Pasal 263 ayat 1. Pasal tersebut berbunyi: Setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Pasal ini disebut sebagai pasal lesse majeste (melindungi martabat keluarga kerajaan Belanda). Pasal ini bermaksud menempatkan kepala negara tidak bisa diganggu gugat atau tidak boleh dikritik, yang sebelumnya diatur dalam pasal 134 KUHP.

Karena itu, pasal lesse majeste tersebut, telah dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi melalui Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006 tidak mempunyai kekuatan mengikat lagi. Namun sangat disayangkan RKUHP yang baru, justru memasukkan aturan masa kolonialisme ini.

Pasal ini juga sangat politis dan sifatnya ngaret. Ukuran menghina atau tidak menghina itu sangat subjektif sekali, bisa jadi sedang mengritik namun oleh penguasa terdengar sebagai hinaan.

Jadi, ketentuan ini ke depan akan sangat dimungkinkan digunakan untuk menekan kritik dan pendapat terhadap presiden dan wakil presiden. Hal ini nampak dari tidak adanya standar baku mengenai hal-hal yang dianggap menghina, sehingga berbagai macam perbuatan selama dirasa bertentangan dengan kedudukan presiden dapat dianggap sebagai penghinaan.

Memang ada penghinaan yang dilakukan masyarakat terhadap sisi personal seorang presiden. Namun aturan mengenai hal ini sudah ada dalam pasal tentang pencemaran nama baik sehingga tak harus dibuat aturan khusus.

Wallahu a’lam bish showwab

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply