Slider

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

RDS TV

News RDS

Agenda RDS

Zona Muslimah

Laporan S3 RDS

Kolom Kru RDS

Kru RDS

» » » Hot Isu - Pasal Penghinaan Presiden, Perlukah?


Tim perumus Rancangan Undang-undang Revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RUU RKUHP) bersama Pemerintah menyepakati rumusan pasal penghinaan presiden dan wakil presiden masuk dalam RUU RKUHP. Hal ini setelah Timmus dan Pemerintah melanjutkan pembahasan rumusan pasal yang masih tertunda di RUU RKUHP.


Anggota Panitia Kerja (Panja) Rancangan KUHP Arsul Sani Senin kemarin (05/02/18) mengatakan, jika mengkritik presiden dan wakil presiden dengan menggunakan kata-kata kasar seperti menyebut bodoh dan tolol, menurut Arsul, hal itu masuk dalam pasal penghinaan kepala negara sehingga bisa dipidana.

Ia menambahkan, meski penggunaan kata-kata kasar tersebut disertai dengan data yang valid, tetap saja hal itu merupakan penghinaan terhadap kepala negara.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Nasdem Taufiqulhadi menilai bahwa pasal penghinaan terhadap presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ( RKUHP) tidak akan melanggar prinsip demokrasi.

Kepada wartawan, Jumat (2/2/2018) Taufiqulhadi menjelaskan, berdasarkan Pasal 263 draf RKUHP hasil rapat antara pemerintah dan DPR per 10 Januari 2018, seseorang yang menyebarluaskan penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden dapat dipidana penjara paling lama lima hingga sembilan tahun.


Sebelumnya Pemerintah meminta agar rumusan pasal penghinaan presiden masuk dalam delik umum, artinya siapapun yang dirasa ‘menghina’ presiden akan dilaporkan tanpa menunggu laporan dari yang bersangkutan. Namun Timmus memutuskan dengan merubahnya menjadi delik aduan.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai bahwa jika nantinya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) disahkan oleh DPR dan pemerintah, akan berpotensi berat terhadap tindakan menyampaikan ekspresi. Contohnya, seperti kritik yang dilakukan oleh Ketua BEM UI dapat dikenakan pidana penjara.

Bagaimana tanggapan anda terkait aturan ini? Menurut anda apakah aturan ini perlu atau tidak perlu? Seperti apa ukuran sebuah pernyataan itu menghina atau tidak menghina? Apakah kritik nantinya juga akan terdengar seperti hinaan sehingga harus ditangkap?

Narasumber :
Prof. Dr. Muzakir, SH

Pakar Hukum Pidana, Guru Besar UII Jogja

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply