Salah satu kejadian yang amat
unik dan menarik perhatian publik ketika Presiden Jokowi menghadiri Dies Natalis
Universitas Indonesia di Depok (Jum’at, 2/2/2018) adalah aksi Ketua Badan
Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) Zaadit Taqwa yang mengangkat
setinggi-tingginya kartu kuning kepada Presiden Jokowi.
Aksi tersebut diliput secara
luas oleh media, dan disaksikan oleh Presiden Jokowi, pimpinan UI, wisudawan, orang tua serta tamu,
sehingga dalam waktu singkat aksi itu telah menyebar di media sosial dan
menjadi viral. Sontak nama Zaadit Taqwa, Ketua BEM UI jadi buah bibir di
seluruh bangsa Indonesia.
Aksi Ketua BEM UI itu
merupakan simbol kontrol sosial dan
mayoritas bangsa Indonesia memberi apresiasi dan salut kepada Zaadit Taqwa
karena keberaniannya memberi kartu kuning kepada Jokowi. Meski tak sedikit pula
yang kecewa dan memaki-maki aksi tersebut.
Meski tidak marah. respon
Jokowi patut disayangkan dengan banyaknya Paspampres dan aparat yang mengeluarkan Zaadit Taqwa.
Mestinya, jika memang Presiden Jokowi memahami, ia akan lebih baik jika memberikan
panggung bagi Zaadit Taqwa untuk menyampaikan masukan sejelas-jelasnya, bukan
dengan tindakan represif, terlebih mimbar akademik tak perlu dijawab dengan
kekuatan dan senjata.
Aksi Ketua BEM UI yang
memberi kartu kuning kepada Presiden Jokowi, dalam alam demokrasi sah-sah
saja. Pertama, mahasiswa yang diwakili
Ketua BEM merupakan kelompok sosial yang amat penting karena merupakan salah satu pewaris dan pelanjut kepemimpinan
Indonesia di masa depan, maka mereka tidak boleh berada di menara gading
dan tidak mau tahu permasalahan yang
dialami masyarakat, bangsa dan negara.
Kedua, melihat keadaan bangsa
dan negara, maka mahasiswa dalam rangka partisipasi terhadap pembangunan, suka
tidak suka dan mau tidak mau harus berpartisipasi melakukan kontrol sosial
seperti yang dilakukan ketua BEM UI.
Hal tersebut semakin
diperlukan karena mayoritas partai
politik dan anggota DPR sudah menjadi bagian dari pendukung pemerintah sehingga
tidak bisa lagi diharapkan mereka melakukan kontrol (pengawasan) terhadap
pemerintah.
Aksi ini jangan kemudian
membuat baper dan gagal paham, dan justru membahas hal yang tidak substanstif
seperti wajar atau tidak wajarkah tindakan tersebut, namun mari kita lihat
secara seksama apa yang disuarakan mahasiswa tersebut. Jangan menjadi pemuja
buta yang terus puja-puji penguasa meski dijerumuskan ke dalam jurang penuh
buaya tapi tetap diam saja.
Ini baru sebatas kartu kuning
saja, banyak yang marah-marah tak karuan, lalu bagaimana jika kartu merah sudah
keluar?
Wallahu a’lam bish showwab
Tidak ada komentar: