Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) Sahabat Anjing
Surakarta pada 2017 mencatat, setidaknya 1.200 anjing dipotong setiap hari
untuk dikonsumsi warga kota Solo.
Anjing-anjing
itu, masih menurut LSM tersebut, kebanyakan didatangkan dari daerah Jawa Barat
dan Jawa Timur. Ribuan anjing itu, menurut relawan Sahabat Anjing Surakarta Fredy
Irawan, dipotong untuk dimasak dagingnya di 1366 warung yang tersebar di kota Solo
ini.
Fakta
lain, ada 2017, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Tengah
mengatakan, Solo menjadi kota dengan konsumsi daging anjing tertinggi di
provinsi itu. Dinas Peternakan mencatat, setidaknya 400 anjing dipotong setiap
hari. Angka ini meningkat drastis dari hanya 63 anjing yang dipotong pada 2015.
Kalau
bicara dari prespektif agama, tentu hal ini sudah final bagi seorang muslim dan
tak perlu diperdebatkan lagi, sudah pasti haram, dan jika mau ditelusuri lagi,
haram itu erat kaitannya dengan hal yang tidak baik seperti rabies, cacing pita
dan lainnya.
Tapi
ini luar biasa. Angka yang fantastis. Kita sebagi muslim tentu terkejut,
prihatin dan tidak menyangka mengapa angkanya bisa sampai sebanyak ini. Siapa
yang makan daging anjing sebanyak ini jika bukan masyarakat Solo sendiri?
Berita
ini diambil dari wawancara dengan Fredy Irawan yang dimuat di The Jakarta Post.
Tentu, jika yang memuat adalah media mainstream terlebih berbahasa asing yang
pembacanya tidak hanya dalam negeri, bukankah ini akan menambah citra buruk
Kota Solo sebagai Kota Budaya tapi mengonsumsi anjing?
Kembali
soal angkat yang fantastis tadi, persoalan utamanya ada pada kosongnya regulasi
yang mengatur ditambah ketidakpekaan Pemkot dalam persoalan ini.
Walikota
Solo, FX. Hadi Rudyatmo beralasan tidak bisa melarang-larang karena tidak ada
aturannya, dan diakuinya ini adalah tradisi kuliner yang sudah bertahun-tahun
dan tidak ada Walikota sebelumnya yang berani mengusiknya, termasuk Pak Jokowi
yang muslim saat menjabat Walikota Solo.
Oleh
karena itu, melihat dari berbagai sudut pandang baik dari agama, kesehatan, pecinta
hewan dan lain sebagainya maka Pemkot bersama DPRD harus mengatur ini. Tidak
hanya daging anjing dan babi saja, tapi penjaja warung kambing pun juga perlu
diatur, bisa jadi dalam praktiknya dioplos dengan daging anjing.
Regulasi
ini dibutuhkan supaya bisa melindungi warga muslim secara khusus, melindungi
masyarakat dari penyakit merugikan yang diidap anjing serta mengakomodir para
pecinta hewan yang konsen dengan masalah ini.
Wallahu
a’lam bish showwab
Tidak ada komentar: