Bareskrim Polri menetapkan
Ustadz Zulkifli Muhammad Ali sebagai tersangka kasus ujaran kebencian/SARA.
Polisi menyatakan Zulkifli diduga melakukan ujaran kebencian/SARA dalam sebuah
video berdurasi 2 menit.
Direktur Tindak Pidana Siber
Bareskrim Polri, Brigjen Fadil Imran, ketika dimintai konfirmasi, Rabu
(17/1/2018) mengatakan polisi telah menyelidiki ada atau tidaknya unsur pidana
tersebut sejak November 2017. Video tersebut ditemukan beredar di dunia maya
oleh Tim Patroli Siber Bareskrim.
Ia diperkarakan terkait
ceramahnya tentang paham komunisme, syiah dan KTP palsu pada tahun 2016 silam.
Kamis ini, da’i yang dikenal
dengan ceramah bertema akhir zaman, bertolak dari kampungnya di Payakumbuh,
Sumatra Barat pada Rabu siang menuju Bandara Sultan Sharif Kasim II, Pekanbaru,
untuk berangkat ke Jakarta, memenuhi panggilan penyidik Bareskrim Polri.
Tak bisa dipungkiri, pasca
momen Aksi Bela Islam 212, pemerintah dinilai telah melakukan sejumlah
pelanggaran terhadap hak-hak sipil dan politik warga negara Indonesia.
Kovenan hak-hak sipil dan
politik secara hukum telah diratifikasi oleh Indonesia melalui UU RI No. 12
Tahun 2015. Tujuan dari perlindungan hak-hak sipil dan politik tersebut adalah
untuk membatasi penggunaan kewenangan dan campur tangan aparatur negara.
Namun dalam kenyataannya,
politik hukum dari rezim yang tengah berkuasa dan politisasi penegakan hukum
oleh aparatur negara pasca Aksi Bela Islam justru bertentangan dengan prinsip
dasar negara hukum.
Kasus Ustadz Zulkifli ini
adalah salah satu bentuk abuse of power (penyalahgunaan kekuasaan) yang
dilakukan pemerintah. Yang secara jelas
telah membatasi hak asasi warga negara untuk melaksanakan hak atas kebebasan
beragama, hak menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nurani, hak atas
kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Terpampang jelas di depan
mata, kasus-kasus yang menimpa ulama dan aktivis Islam ini sangat bernuansa
politis daripada mengedepankan ketentuan hukum.
Kenapa sampai demikian? Kita
bisa melihat perbedaan perlakuan hukum yang dialami Ahok, Viktor Laiskodat yang
kini melenggang kangkung sebagai Cagub NTT, Stephen yang menghina Gubernur NTB
dengan sebutan rasis yang kini entah kemana kasusnya, pelaku persekusi Ustadz
Abdul Somad yang juga menghilang pemberitaannya.
Bisakah pemerintah dan
aparatur hukum menjawab kezaliman ini? Tentu tak akan bisa, justru yang
terjadi, merasa sudah bertindak benar dan berhasil menangkapi kejahatan.
Namun pendengar, tak perlu
kalut dan cemas. Saat berpamitan menuju Jakarta, Ustadz Zulikifli
mengungkapkan, penetapan dirinya sebagai tersangka sudah menjadi resiko
terhadap siapa saja yang menyuarakan kebenaran.
Ustadz Zulkifli pun
melantunkan potongan ayat ke 30, surat Al Anfal yang berbunyi, wa yamkuruna
wayamkurullah, wallahu khoirul makirin, menurutnya ayat inilah menjadi cambuk penyemangat.
Betul ustadz, ayat inilah yang
menjadikan para dai seperti anda terhibur. Maju terus Ustadz Zulkifli, Allah
kan selalu menjagamu.
Wallahu a’lam bish showwab
Tidak ada komentar: