Slider

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

RDS TV

News RDS

Agenda RDS

Zona Muslimah

Laporan S3 RDS

Kolom Kru RDS

Kru RDS

» » » » Ironi Gizi Buruk di Papua, Pemerintah Harus Ubah Kebijakan



Sejauh mata memandang dari pesawat, seolah melihat lukisan di atas kanvas berupa daratan yang dipenuhi hijau pepohonan yang dibelah sungai yang berkelok-kelok. Keindahan lain terlihat, ketika Antara menginjak kaki di Ibu Kota Kabupaten Asmat, Agats, langsung disuguhi pemandangan yang tidak pernah ada di kota lainnya di wilayah Indonesia.

Rumah, pasar, kantor, jalan yang semuanya dibangun di atas panggung. Di sana tidak ditemukan jalan beraspal seperti kota-kota lainnya, tapi berupa jalan papan kayu dan ada yang sudah berbeton yang di atas panggung dan lebarnya tidak lebih dari tiga meter.
Tidak ada mobil dan angkutan lainnya, hanya-hanya motor-motor listrik yang menjadi alat transportasi warga serta perahu yang menghubungkan antarwilayah. Namun dibalik keindahan itu semua, ada kejadian luar biasa yang mengoyak itu semua, dimana ratusan warga terserang penyakit campak dan gizi buruk.


Sebuah Ironi di Tanah Yang Kaya nan Indah 

Kapolda Papua Irjen Pol Boy Rafli Amar memperkirakan jumlah warga di Kabupaten Asmat, Papua yang menderita gizi buruk mencapai 15 ribu orang.

Bupati Asmat Elisa Kambu mengakui, bahwa sejak September 2017 Dinas Kesehatan Kabupaten Asmat mencatat adanya serangan penyakit campak. Namun baru akhir Desember, yakni 23 Desember, mendapat laporan dari Uskup Keuskupan Agats Mgr Aloysius Murwito adanya balita meninggal di Kampung As, Distrik Pulau Tiga meninggal akibat penyakit tersebut.

Sebuah ironi yang sangat menyedihkan. Kejadian Luar Biasa (KLB) ini terjadi, dan menjadi pemberitaan media internasional dan disebutkan korbannya mendekati 100 orang.

Hal ini bukanlah bencana dadakan, namun sebuah akumulasi kesalahan dalam pengelolaan negara.
Rakyat di Papua punya tradisi dalam mengelola makanannya. Selama ini masyarakat di sana juga tak pernah ada masalah dengan kekurangan gizi. Dugaan sementara ada pada kesalahan mekanisme yang dijalankan pemerintah. Misalnya pembangunan di Papua tidak didasarkan pada kearifan lokal. Serta, ada pemaksaan terhadap pola hidup tradisional warga Papua.
Masyarakat Papua yang biasa makan sagu dan ubi, tiba-tiba dipaksakan makan beras padahal mereka tidak punya sawah, hingga akhirnya ketergantungan. Akibatnya ketika suplai berkurang masyarakat terkena busung lapar. Pemerintah harusnya memiliki  kebijakan pembangunan yang komprehensif.
Wabah campak maupun gizi buruk semestinya tidak terjadi di Papua. Apalagi dana otonomi khusus untuk Papua juga cukup besar telah digelontorkan dari anggaran negara.

Wallahu a’lam bish showwab

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar:

Leave a Reply