Sejumlah
driver online menolak dengan tegas pemberlakuan Permenhub 108/2017 yang dirasa
memberatkan mereka. Para sopir taksi online ini menolak layanan mereka
disamakan dengan konvensional dengan pemasangan stiker yang besar serta
diharuskan mengganti SIM nya menjadi SIM khusus angkutan umum. Bagi mereka,
taksi online sangat berbeda dengan konvensional.
Polemik
ini telah muncul sejak 2014 silam. Hingga kini kisruh antara angkutan online
dengan konvensional masih kerap terjadi dan tak jarang menimbulkan korban.
Pemerintah
dalam hal ini juga belum bisa menengahi kedua kepentingan tersebut. Dalam
keputusan kali ini, Kemenhub dinilai lebih menguntungkan pengusaha taksi
konvensional.
Kita
lihat saja seperti apa perkembangannya ke depan. Mengingat, Menhub Budi Karya
telah berjanji akan memberi jalan tengah dan memastikan baik konvensional
maupun online terakomodir dengan baik. Jika tidak, kejadian yang sama akan
berulang karena kebijakan yang berat sebelah.
Maraknya
kehadiran taksi online tidak terlepas dari adanya kebutuhan angkutan umum yang
lebih aman, nyaman, dan terjangkau. Kekecewaan sebagian masyarakat akan
transportasi umum yang kurang aman dan nyaman menjadikan kehadiran layanan
online ini sebagai alternative bertransportasi.
Masyarakat
pindah ke layanan taksi online karena tarifnya lebih murah karena terukur dan
terhindar dari harga yang tak wajar, mudah, dan cepat aksesnya. Selain itu,
memakai kendaraan pelat hitam dari segi prestise lebih prestisius. Terlebih
bila harus menemui relasi yang kadang butuh basa basi penampilan.
Semoga
saja pasca penolakan Permenhub 108/2017 ini pemerintah bisa memberikan solusi
yang terbaik bagi perkembangan transportasi di Indonesia.
Wallahu
a’lam bish showwab
Tidak ada komentar: