Pemerintah
Kota Solo berkomitmen menghapus iklan rokok. Hal tersebut disampaikan Wali Kota
Solo, FX Hadi Rudyatmo usai bertemu dengan Kepala Bidang Perlindungan Anak,
UNICEF Amanda Bissex di Solo pada Kamis (25/1). Rudy mengatakan penghapusan
iklan rokok merupakan salah satu syarat untuk mewujudkan kota layak anak.
Rudy
melanjutkan, Pemkot Solo tak khawatir meski nantinya penghapusan iklan rokok
akan berdampak pada berkurangnya pemasukan daerah. Menurutnya pendapatan daerah
dari pajak iklan rokok hanya sekitar Rp 2 miliar. Menurutnya banyak potensi
kota Solo yang bisa di gali sehingga bisa menjadi pendapatan bagi daerah.
Jumat
pagi, dalam Assalamualaikum Indonesia, Kepala Badan Pendapatan Pengelolaan
Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) Kota Solo, Yosca Herman Soedrajat meluruskan
bahwa saat ini yang dimaksud dihapus oleh Walikota adalah ‘ditata’. Yakni,
reklame rokok yang telah berjalan dan habis kontrak akan dipindahkan ke pinggir
kota, seperti di kawasan Jurug.
Namun,
Herman juga tak menepis harapan bahwa ke depan pemkot benar-benar akan
menghapus total reklame rokok tersebut demi mewujudkan harapan Solo Kota Layak
Anak.
Ini
adalah langkah bagus walau terlambat. Mengapa? Karena Walikota sendiri sudah
menjanjikan hal ini sudah lama, namun baru terealisasi sekarang.
Iklan rokok
memanglah salah satu pendapatan yang cukup menggiurkan, sehingga kerap kali
sulit bagi pemerintah manapun untuk menolaknya.
Tapi
jika kita jernih melihat persoalan, kita akui bahwa iklan dari rokok ini
sangatlah kecil. Dari total pendapatan asli daerah Kota Solo yang mencapai Rp
265 miliar, pajak reklame hanya menyumbang sebesar Rp 10 miliar. Dimana sekitar
Rp 4 miliarnya merupakan pajak dari iklan rokok baik dalam bentuk papan
reklame, videotron, dan alat pemasangan iklan lainnya. Kecil sekali bukan?
Tidak
sebanding dengan kerusakan yang timbul dari iklan yang merusak generasi muda
Solo. Berapa banyak anak sekolah yang teracuni dengan iklan rokok? Berapa
banyak anak usia SD, SMP, SMA sudah mulai menjadikan rokok sebagai jajanan?
Jika
saja para pemangku jabatan melihat kerugian yang lebih besar dibanding
pendapatannya, harusnya tak hanya menata iklan rokok saja, tapi juga menghapus
dan menolak iklan rokok serta komitmen untuk tidak merokok.
Wallahu
a’lam bish showwab
Tidak ada komentar: