Pendengar,
2017 telah berlalu. 2018 telah mulai menyapa. Isu agama diprediksi bakal
menjadi isu kencang pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah 2018 nanti di 171
kabupaten/kota dan provinsi.
Untuk
mengantipasinya, Polri akan menggelar patroli siber nonstop selama 24 jam 7
hari seminggu. Patroli itu juga ditingkatkan Polda dan Polres. Jika ditemukan
hal-hal negatif, polisi akan melakukan profiling dan penindakan secara
persuasif.
Tentu
saja, ini langkah positif Polri dan sudah memang tugasnya membentuk Satuan Tugas
Anti SARA. Sebagai antisipasi kejahatan atas nama suku, agama, ras walau sebetulnya Indonesia sudah punya UU tentang
hal tersebut yaitu UU UU 1 PNPS 1965, KHUP pasal 156 dan 156a.
Namun,
Polri harus berhati-hati merumuskan unsur SARA. SARA yang seperti apakah?
Apakah
ajakan memilih pemimpin di wilayah mayoritas muslim harus seiman itu juga akan
dikategorikan SARA?
Jangankan
memilih pemimpin masyarakat, memilih istri dan suami saja harus seiman, dan
itulah perintah agama yang negara menjamin atas hak tersebut.
Dan
perlu diingat bahwa kasus Ahok sama sekali bukan SARA apalagi anti bhinneka
juga bukan intoleransi tapi murni kasus pidana menista kitab suci Alquran.
Sudah
banyak yurisprudensi kasus penistaan agama di mana semua tersangkanya ditahan dan divonis
penjara berat. Sebab, kasus penistaan agama memiliki derajat keresahan
masyarakat sangat tinggi.
Selain
SARA, jangan lagi mengsalah artikan MAKAR dengan mudah. Kita lihat saja ketika
Polri salah mengartikan makar, sehingga 10 tokoh nasional ditetapkan sebagai
tersangka tanpa tindak lanjut. Bahkan, dua orang di antaranya yaitu Sri Bintang
Pamungkas dan Muhammad Al-Khaththath ditahan berbulan-bulan kemudian dilepas
begitu saja tanpa rehabilitas juga kompensasi. Inikah hasilnya?
Sedang
yang nyata-nyata SARA hingga kini tak jelas ujungnya. Kasus SARA Viktor
Laiskodat mengambang tak bersuara.
Polri
tidak boleh memaknai SARA dan MAKAR secara definitive sepihak. Ia harus
melibatkan MUI untuk mengkaji tentang
SARA, supaya sama persepsi serta frekuensi. Sehingga tak boleh ada lagi korban
salah tangkap karna SARA dan MAKAR-MAKAR an. Jika itu masih terjadi, Satgas
Anti SARA akhirnya hanya akan menjadi alat gebuk bagi lawan politik.
2018
adalah tahun politik. Isu SARA menguat. Ummat haruslah waspada dan cermat.
Wallahu
a’lam bish showwab
Tidak ada komentar: