Gelombang aksi solidaritas untuk Palestina terus menggema di penjuru dunia, seiring keputusan kontroversial Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel dan, sebagai bentuk konkretnya, akan segera memindahkan Kedutaan Besar AS di Israel dari Tel Aviv ke kota atau yang lebih populer disebut al-Quds.
Keputusan Trump ini dianggap lancang oleh masyarakat internasional karena kepemilikan Yerusalem hingga kini masih dipersengketakan antara Israel dan Palestina, dan masih dianggap “status quo” oleh Perserikatan Bangsa Bangsa. Bagi Islam pun, AL Quds adalah ibukota Palestina selamanya dan di dalamnya terdapat masjid suci bagi ummatnya. Sehingga tidak bisa begitu saja diklaim secara sepihak oleh Israel maupun Amerika.
Maka, sejumlah negara – termasuk Indonesia – mengecam keputusan sepihak pemerintah AS itu di bawah pimpinan Trump.
Dari Tanah Air, Aksi Bela Palestina pun menggema di akhir pekan ini. Seruan mengecam hingga ancaman boikot produk-produk AS disuarakan di tengah-tengah aksi yang dihadiri ummat Islam dan bahkan ummat agama lainnya.
Massa dari berbagai ormas dan kelompok ini tumpah ruah, berkumpul dan bersatu di lapangan Monumen Nasional (Monas), Ahad pagi, 17 Desember 2017. Sebagian mereka bahkan, sejak Minggu dini hari sudah berkumpul di Masjid Istiqlal, salat Subuh berjamaah.
Sejumlah tokoh penting negeri ini hadir melebur bersama umat di Aksi Bela Palestina. sebut saja, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid, Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin, Ketua PBNU KH Masyhudi Suhud hingga tokoh GNPF seperti Habib Riziq Syihab, Bachtiar Nasir dan Zaytun Rasmin.
Aksi yang diinisiasi Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama GNPF Ulama dan sejumlah ormas Islam ini merupakan bentuk aksi penolakan pengakuan sepihak Presiden AS Donald Trump atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Umat Islam Indonesia mendesak Presiden Trump mencabut keputusan kontroversialnya itu.
Kini aksi telah berakhir, upaya ikhtiar melawan sikap Trump melalui perdamaian tinggal menunggu hasil. Seberapa efektif upaya ini? Dan apa lagi peran Indonesia yang bisa dilakukan lagi kedepannya jika Trump tak segera mencabut keputusannya?
Narasumber :
Dr. Yon Mahmudi, Ph.D
Pengamat Timur Tengah, Ketua Prodi Pascasarjana Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia
Tidak ada komentar: